Rabu, 09 Mei 2012


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
MasalahSampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kitaterhadap barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Demikianjuga dengan jenis sampah, sangat  tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pegelolaan sampah tidak bisa lepas juga dari ‘pengelolaan’ gaya hidup masyrakat. Masalah sampahsudah menjadi topik utama yang ada pada bangsa kita. Mulai dari lingkungan terkecil sampai kepada lingkup yang besar. Banyak halyang menyebabkan terjadinya penumpukan sampah ini. Namun yang pasti faktor individu sangatlah berpengaruh dalam hal ini. Indonesia merupakan contoh nyata dalam hal persoalan sampah.
Sampai sekarang, pengelolaan sampah di Indonesia masih menggunakan paradigma lama: kumpul-angkut-buang. Source reduction (reduksi mulai dari sumbernya) atau pemilahan sampah tidak pernah berjalan dengan baik. Meskipun telah ada upaya pengomposan dan daur ulang, tapi masih terbatas dan tidak sustainable. Sehingga banyak tejadi pencemaran dimana-mana, hal ini terlebih dalam kasus sampah, di mana gangguan bau yang menusuk dan pemandangan (keindahan/kebersihan) sangat menarik perhatian panca indera kita. Begitu dominannya gangguan bau dan pemandangan dari sampah inilah yang telah mengalihkan kita dari bahaya racun dari sampah, yang lebih mengancam kelangsungan hidup kita dan anak cucu kita baik oleh bentuk, rupa, maupun bau yang di timbulkan. Dampak kesehatannya yang berjangka panjang, membuatnya lepas dari perhatian kita. Kita lebih risau dengan gangguan yang langsung bisa dirasakan oleh panca indera kita dari pada efek jangka panjangnya.
dengan bantuan mikroba maupun biota tanah. Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. Jepara menghasilkan hampir 2500 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jepara, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).
Pengomposan adalah cara yang paling tepat untuk mengatasi masalah sampah organik. Dengan pengomposan sampah organik akan di ubah menjadi pupuk yang dapat di gunakan untuk menunjang kesuburan tanah ataupun tanaman. Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alaminnya. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Meskipun demikian, masih banyak warga dan masyarakat kita yang belum mengerti apa manfaat sampah organik itu. Sehingga perlu adanya informasi atau penyuluhan bagi masyarakat agar sumber daya yang ada di sekitah mereka tidak terabai dan terbuang dengan percuma. Untuk itu, makalah dengan judul “Pemanfaatan Sampah Organik Untuk Pembuatan Kompos” sangat menarik  untuk di simak.

B.       Rumusan Masalah
            1. Apakah sampah organik bisa dimanfaatkan sebagai kompos?
            2. Bagaimana pemanfaatan sampah organik sebagai kompos?
C.      Tujuan
1. mendeskripsikan tentang sampah organik dan pengomposannya.
            2. menjelaskan pengertian kompos.
            3. menjelaskan proses-proses pengomposan.
            4. menjelaskan manfaat-manfaat sampah organik.
D.      Manfaat
1. Masyarakat mengetahui manfaat sampah organik.
2. Masyakat menjadi tahu apa itu kompos dan bagaiman prosesnya.














BAB II
PEMBAHASAN
A.   Landasan Teori
1. Pengertian Sampah Organik
Sampah Organik adalah merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar. Organik adalah proses yang kokoh dan relatif  cepat, maka tanda apa yang kita punya untuk menyatakan bahwa bahan-bahan pokok kehidupan, sebutlah molekul organik, dan planet-planet sejenis, ada juga di suatu tempat di jagad raya? sekali lagi beberapa penemuan baru memberikan rasa optimis  yang cukup penting. Sampah organik adalah sampah yang bisa mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau (sering disebut dengan kompos).
2. Jenis-jenis Sampah Organik
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.Sampah organik sendiri dibagi menjadi :
a.       Sampah organik basah.
Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah mempunyai kandungan air yang cukup tinggi. Contohnya kulit buah dan sisa sayuran.
b.      Sampah organik kering.
Sementara bahan yang termasuk sampah organik kering adalah bahan organik lain yang kandungan airnya kecil. Contoh sampah organik kering di antaranya kertas, kayu atau ranting pohon, dan dedaunan kering.

3. Prinsip Pengolahan Sampah

Berikut adalah prinsip-prinsip yang bisa diterapkan dalam pengolahan sampah. Prinsip-prinsip ini dikenal dengan nama 4R, yaitu:
a.       Mengurangi ( reduce)
Sebisa mungkin meminimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
b.      Menggunakan kembali ( reuse)
Sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang sekali pakai, buang ( disposable).
c.       Mendaur ulang ( recycle)
Sebisa mungkin, barang-barang yang sudah tidak berguna didaur ulang lagi. Tidak semua barang bisa didaur ulang, tetapi saat ini sudah banyak  tidak resmi (informal) dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
d.      Mengganti (replace)
Teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama.
4. Kompos
 Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan, jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam, tetapi secara umum minimal 75% terdiri dari sampah organik dan sisanya anorganik.
Teknologi pengomposan sampah sangat  beragam, baik secara aaerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Pengomposan sampah kota umumnya sama saja seperti pengomposan bahan baku lainnya. Hanya yang patut dipikirkan adalah jumlah bahan organik kering yang digunakan dalam pencampuran bahan baku proses pengomposan. Proses pengomposan dapat  terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya adalah :
1.      merangsang granulasi.
2.      memperbaiki aerasi tanah.
3.      meningkatkan kemampuan menahan air.
Sedangkan peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah :
1.      meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S.
Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah :
1.      meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.
B.   Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan Tinjaun Pustaka. Metode observasi merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang secara langsung.
Sedangkan tinjaun pustaka adalah suatu metode dengan menggali sumber dari berbagai sumber refrensi seperti buku, koran, majalah, kamus, internet ataupun pendapat para ahli yang telah terbukti kebenarannya.
C.   Deskripsi Masalah
1. Pengertian Kompos dan Pengomposan
            Menurut Indriani (2005) kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami penguraian sehingga bentuk dan wujudnya sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau.
Dari definisi di atas, menurut gambaran saya, Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan organik seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, sampah, rumput, dan bahan lain yang sejenis yang sudah tidak bisa di kenali lagi bahan satu dengan yang lain dan proses pelapukannya dipercepat oleh bantuan manusia. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut. Cara pengkomposan merupakan cara sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi. Sampah rumah tangga bisa diubah menjadi kompos yang berguna untuk tumbuh-tumbuhan di pekarangan rumah sendiri. Sampah basah (organik) bekas makanan-atau minuman sehari-hari dipisahkan dari sampah kering (anorganik) seperti kaleng, plastik, kertas. Sampah basah itu kemudian ditumpuk dalam sebuah lubang kecil di pekarangan rumah. Dalam jangka waktu tertentu bagian paling bawah dalam tumpukan tersebut bisa diangkat kemudian ditebarkan ke tanaman sebagai pupuk kompos. Pengolahan sampah menjadi kompos, yang bisa dimanfaatkan memperbaiki struktur tanah, untuk meningkatkan permeabilitas tanah, dan dapat mengurangi ketergantungan pada pemakaian pupuk mineral (anorganik) seperti urea. Selain mahal, urea juga dikhawatirkan menambah tingkat polusi tanah.
2. Manfaat  Kompos
Berikut ini beberapa manfaat pembuatan kompos menggunakan sampah rumah tangga.
  1. Mampu menyediakan pupuk organik yang murah dan ramah lingkungan.
  2. mengurangi tumpukan sampah organik yang berserakan di sekitar tempat tinggal.
  3. Membantu pengelolaan sampah secara dini dan cepat.
  4. Menghemat biaya pengangkutan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA).
  5. Mengurangi kebutuhan lahan tempat pembuangan sampah akhir (TPA).
  6. Menyelamatkan lingkungan dari kerusakan dan gangguan berupa bau, selokan macet, banjir, tanah longsor, serta penyakit yang ditularkan oleh serangga dan binatang pengerat.
Beberapa manfaat kompos yang lain adalah Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
  1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
  2. Mengurangi volume/ukuran limbah
  3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
  1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
  2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
  1. Meningkatkan kesuburan tanah
  2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
  3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
  4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
  5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
  6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
  7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
  8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah





C.   Solusi
1.        Cara Pembuatan Kompos
Berikut ini adalah proses pembuatan kompos dengan menggunakan cara yang praktis:
Bahan yang  diperlukan:
Bahan organik , misal: sisa sayur, sisa nasi, daun yang sudah kering  dan sampah organik lain yang telah dipotong dan dibasahi.
Cara membuat kompos:
  1. Potong-potong bahan organik diatas sehingga berukuran kecil
  2. Setelah itu, tumpuk dan taruh rumput di bagian atas pada wadah drum, ember plastic, atau bisa juga menggunakan.
  3.  Buat tumpukan setebal 15 cm
  4. Taruh kotoran ternak yang telah dibasahi pada bagian paling atas tumpukan, kotoran ternak ini berfungsi sebagai mikroorganisme pengurai (atau bisa menggunakan tumbuhan kompos).
  5. Lakukan menggunakan cara yang sama sampai semua bahan habis.
  6. Tumpuk semuanya sampai mencapai ketinggian maksimal 1,2 m
  7. Jaga kelembaban dalam tumpukan bahan agar tetap lembab dan tidak becek
  8. Apabila pengomposan berlangsung baik, pada minggu ke 3-4 akan terjadi kenaikan suhu. Gunakan tongkat kayu untuk mengetahui telah terjadi kenaikan suhu dengan cara menusukkan tongkat kayu tersebut ke dalam tumpukan kompos kemudian tarik dan lihat ujung tongkatnya, apakah sudah terasa lembab dan hangat. Bila iya, berarti proses pengomposan berjalan dengan normal dan baik. Jika ujung tongkat terasa kering, segera siramkan air ke dalam kompos. Bila ujung tongkat terasa dingin, berarti pengomposan gagal dan harus diulang kembali pembuatannya dari awal.
  9. Setelah terjadi kenaikan suhu, maka suhu akan mengalami penurunan. Pada saat inilah tumpukan kompos harus dibalik.
  10. Sebulan setelah terjadi penurunan suhu dan kompos telah dibalik, maka kompos telah jadi dan siap dipakai
3. Proses Pengomposan
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.

4. Faktor yang memengaruhi proses pengomposan

            Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan adalah sebagai berikut:
a.       Ukuran dan jenis bahan organik adalah salah satu komponen penting untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dari pengomposan. Ukuran bahan organik yang relatif lebih kecil akan mempermudah percepatan proses pengomposan, disamping ukuran, jenis dan karakter dari bahan organik juga sangat menentukan, misalkan gabah, partikel kayu/ranting, sabut kelapa, yang semuanya relatif mempunyai unsur karbon yang tinggi.
b.      Keseimbangan Nutrisi (Rasio C:N) adalah sangat berpengaruh terhadap kinerja mikroorganisme dalam merombakan bahan organik selama proses pengomposan berlangsung. Karbon (C) dibutuhkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, jamur dan aktinomisetes sebagai sumber energi (makanan), sedangkan Nitrogen (N) yang umumnya berasal dari protein yang terkandung dalam bahan organik diperlukan untuk membiakan diri. Apabila kandungan C terlalu tinggi maka proses pengomposan akan cenderung melambat, namun apabila kandungan N terlalu tinggi maka umumnya akan cenderung menimbulkan bau amonia atau bahkan cenderung mengarah pada pembusukan. Keseimbangan karbon(C) yang berbanding dengan 1 bagian Nitrogen (N).
c.       Suhu atau Temperatur yang ditimbulkan selama proses pengomposan adalah merupakan hasil pelepasan energi reaksi eksotermik dalam tumpukan. Kenaikan suhu selama proses pengomposan sangat menguntungkan bagi beberapa jenis mikroorganisme thermofilik, akan tetapi proses pengomposan yg tidak terkontrol, misalkan suhu di atas 65°-70 °C akan menyebabkan aktivitas populasi mikroorganisme menjadi menurun drastis. Untuk menjaga kondisi suhu yang optimum sedianya suhu dalam tumpukan dipertahankan antara 50°-60 °C, selama kurun waktu 9-11 hari pertama sejak awal pengomposan atau cukup 7-9 hari pertama dengan menjaga suhu berkisar antara 60-65 °C. Kondisi ini (kurva suhu tumpukan kompos) juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti karakter bahan organik yang dikomp. Makin tinggi volume tumpukan maka makin besar isolasi panas yang terjadi dalam tumpukan bahan yang dikomposkan.
Perlakuan pembalikan tumpukan kompos akan sangat membantu proses aerasi dan homogenitas suhu dan bahan. Pembalikan secara berkala dan teratur akan membantu pemerataan kondisi terhadap tumpukan kompos bagian bawah, tengah dan atas, namun sebaiknya pembalikan jangan sering dilakukan, terutama fase awal /dekomposisi, hal ini untuk menjaga kondisi suhu tumpukan dan aktivitas mikroorganisme dalam tumpukan. Suhu tumpukan yang dingin akan berakibat proses pengomposan menjadi lambat.
d.      Kelembaban atau Kadar Air. Dalam proses pengomposan adalah penting. Air merupakan media reaksi kimia atau pelarut media membawa nutrisi dan bahan utama bagi kehidupan mikroorganisme. Jika kondisi kadar air (kelembaban) dalam tumpukan bahan yang dikomposkan sangat rendah, maka proses pengomposan akan berjalan sangat lambat, sebaliknya apabila kadar air terlalu tinggi proses pengomposan juga akan kurang baik, dimana ruang oksigen dalam tumpukan akan berkurang serta akan menimbulkan bau yang kurang sedap, proses pengomposan akan cenderung pada anaerob. Kondisi kelembaban yang optimal berkisar antara 45%-60%. Untuk memperkirakan kadar air dapat dilakukan dengan cara menggenggam/meremas bahan organik, bila tidak menetes cairan dan apabila genggaman dibuka bahan organik akan mengembang namun tidak berhambur, maka diperkirakan kadar airnya telah cukup untuk proses pengomposan tsb. Untuk lebih mudahnya dapat diukur dengan alat pengukur kelembaban ( Gauge Moisture Content).
e.       Aerasi atau Oksigen diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan respirasi. Selama itu berlangsung  kandungan oksigen tumpukan akan berkurang dan kandungan karbondioksida akan meningkat. Ketika kandungan oksigen dalam tumpukan kurang dari 10% akan menimbulkan bau yang kurang sedap dan proses pengomposan akan mengarah pada kondisi anaerob. Untuk menjaga kondisi udara baik yang jumlahnya besar, dapat dilakukan dengan menyuntikkan udara ke dalam tumpukan atau bila jumlahnya sedikit dapat juga tumpukan dibalik/ diaduk. Pembalikan tumpukan sebaiknya setiap minggu sekali gunanya untuk menghomogenkan bahan-bahan yg dikomposkan dan memberikan proses pengomposan yg stabil antara tumpukan kompos bagian bawah, tengah dan atas.
f.       Bioaktivator adalah penambahan aktivator mikroorganisme yg menguntungkan akan sangat membantu dalam proses percepatan pengomposan, dilain pihak penambahan ini akan memungkinkan kompos yg dihasilkan memiliki karakteristik yang  lebih sehat dan lebih baik bila diterapkan ke dalam tanah. Juga dapat membantu menekan populasi mikroorganisme penyakit (pathogen) yang  banyak terdapat dalam bahan organik yang  dikomposkan terutama bila yang  berasal dari kotoran hewan atau limbah tanaman berpenyakit.





BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
Pemanfaatan sampah organik rumah tangga sebagai kompos dapat memberikan fungsi ganda, selain menghasilkan pupuk juga membantu masyarakat hidup bersih. Guna memaksimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan ruang untuk melestarikan lingkungan hidup menuju masyarakat sejahtera.
Kompos dapat di manfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman yang sekaligus berperan dalam penyuburan tanah. Selain itu pemanfaatan sampah organik sebagai kompos juga dapat menghemat banyak sumber daya. Contohnya, sumber daya materi untuk pembelian pupuk bisa diganti dengan kompos atau bisa juga sumber daya lahan yang awalnya sebagai tempat pembuangan bisa dijadikan lahan perkebunan dan ladang.
B.       Saran
1.      Jagalah kebersihan lingkungan dari material-material yang merusak dan mengurangi keindahannya. Sebagai contoh adalah sampah.
2.      Sampah bukan sesuatu yang sudah tak ada artinya, namun sampah adalah sebuah masalah yang harus di cari solusi dan jalan keluarnya.
3.      Pemanfaatan sampah organik dapat membantu melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4.      Gunakan kompos sebagai pupuk bagi tanaman,  yang lebih hemat dan ramah lingkungan.








DAFTAR PUSTAKA




Minggu, 6 - Mei- 2012, 15:34:35
http://www.itb.ac.id/news/1833.xhtml, Minggu, 6 - Mei- 2012, 15:57:35



1 komentar:

  1. assalamu'alaikum...
    ingin tanya.. kalau beli superdec dimana ya?? soalnya ditoko didaerah metro saya tidak menemukan superdec... mohon bantuannya jika ada yg jual superdec online. terimakasih

    BalasHapus