Selasa, 08 Mei 2012

I Love Facebook

Cerpen: Shofwatun Amaliyah

Tuhan maafkan diri ini
yang tak pernah bisa
menjauh dari angan tentangnya
namun apalah daya ini
bila ternyata sesungguhnya

aku terlalu cinta dia
Klik!

“Lagu lo galau banget sih. Gak enak tau dengernya.” Ririn menyaut handphone yang ada disebelahku.

“Ih...Ririn...balikin gak! Gak tau apa hati gue lagi galau banget.” Aku menekuk keningku. Ririn berlari sambil membawa Handphoneku.

“Usil banget sih tuh anak!” Aku pun memutuskan untuk duduk didekat jendela kamarku dan membuka laptop hadiah ulang tahunku bulan lalu. Berkunjung ke beranda facebook mungkin bisa meredakan rasa kesalku.

Tampilan biru facebook membuat mataku kembali cerah. Aku memulai memutar bola mataku ke atas dan ke bawah. Ke kiri dan kanan, mencari status yang menghibur dari para facebookers.

“Hmmm....galau tingkat tinggi nich!” Kuputuskan untuk meng-update status. Tak  lama satu pemberitahuan muncul di berandaku. OMG! “Raka Satria mengomentari status terbaru anda.” Tak menunggu jarum jam berdetik.

Jemariku langsung menari diatas keyboard dengan nada indah lagu cinta. Walaupun udah dua tahun Raka Satria menjadi temanku. Tapi sumpah baru kali ini dia ngoment statusku. Ya Tuhan, Hari apakah ini?

Aku tak bisa melepaskan senyum dibibirku, tak kuhiraukan lagi Ririn yang usil. Satu hal yang ada dibenakku sekarang adalah Raka Satria, cowok keren yang membuatku tak bisa memejamkan mata tujuh hari tujuh malam karena pernah satu meja dengannya saat praktik Biologi.

Tak terasa langit telah menguning. Senja mulai menyapa kota Jepara. Matahari pun hampir tak terlihat di ufuk barat. Gumpalan awan merah jambu samar-samar sudah terlihat mengarsir langit yang tadinya biru cerah. Lampu-lampu kota juga sudah mulai menyala menerangi jalan-jalan yang padat oleh kendaraan. Aku merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Memandang langit-langit kamarku yang bermotif polkadot. Sosok Raka terlintas dalam benakku. Aku seperti tak percaya kalau Raka mengomentari statusku.

Aku tak sabar ingin melihat comment Raka selanjutnya. Kuputuskan untuk berkunjung kembali ke beranda facebook dan benar saja Raka mengomentari statusku. Tak hanya itu dia juga mengirim pesan ke inbox facebookku. Kuabaikan pemberitahuan yang lain. Aku segera memutar jariku dan menyeretnya ke inbox facebook.

“Ah! Oh my God, Raka minta nomer hape gue.” Aku melompat-lompat diatas tidurku, aku mencari-cari Handphoneku.

“Duh dimana ya...?” aku teringat. Handphoneku dibawa Ririn. Sesigap mungkin aku keluar kamar dan memanggil Ririn saudara kembarku. Banyak orang yang sulit membedakan. Bahkan mama sering salah memanggil Ririn dan Rere.

“Ririn..!!!”

“Ada apa sih Re? teriak-teriak gak jelas gitu.” Tegur  mama.

“Ririn ke mana ma?” tanyaku.

“Ririn pergi dari tadi sore. Katanya sih ke toko buku,” jawab mama yang sedang menyiapkan makan malam.

Aku menghentak-hentakkan kakiku, akupun berlari menuju kamar Ririn. Kugeledah semua tempat di kamarnya tapi hasilnya nihil.

“Hih...gemesin banget sih tuh anak!” Gerutuku.
***

Pagi ini tak sedikit pun aku berbicara dengan Ririn. Hanya sorot mata sinis yang kuberikan padanya sebagai ucapan selamat pagi.

“Lo kenapa Re, kok segitunya ke gue?” tanya Ririn saat kami berangkat ke sekolah. Aku tak menjawabnya, aku hanya berjalan sambil membuka facebook di handphoneku, kami berdua hanya terdiam.

Saat bel istirahat berdering, Ririn yang biasanya pergi kekantin bersamaku, hari ini dia pergi ke kantin bersama Vira teman sebangkunya. Ririn mungkin sudah mengerti kalau aku marah padanya.

Bel  masuk pun berdering. Ririn tiba-tiba berlari kearahku sambil membawa bingkisan kecil.

“Re...re..re..lihat deh gue punya apa?” Kata Ririn sumringah. Aku tak menghiraukannya aku masih fokus dengan beranda facebookku.

“Ih...Rere, lo lihat dong ini dari siapa?” Ririn memajang bingkisan itu didepan wajahku. Aku membaca kertas kecil yang ditempel didepan bingkisan itu.

“From: Raka Satria, to: Rere.” Tulisan di bingkisan itu.

Aku memeluk Ririn dan mencium kedua pipinya.

“Ih Rere, malu tau dilihatin temen-temen.” Ririn mengusap kedua pipinya. Aku tak peduli, didalam benakku hanya ada “Raka dan Raka.”
***

“Makasi ya Raka.” Aku menulis didinding Raka.

Aku berjalan pelan sambil mengotak-atik facebook. Dipersimpangan ruang kesenian dan perpustakaan, aku berhenti, kulihat Ririn sedang bersama Raka di perpustakaan. Aku pun bermaksud menguping pembicaraan mereka.

“Jadi kamu yang namanya Ririn, berarti aku salah orang dong.” Kata Raka kepada Ririn.

Kata-kata Raka itu langsung menusuk hatiku. Ternyata selama ini Raka menganggapku Ririn. Aku membuang bingkisan kecil itu dan berlari meninggalkan mereka berdua.

“Re...Rere.” Suara Ririn terdengar memanggilku tetapi aku tidak menghiraukannya. Yang ada sekarang hanyalah perih didalam hatiku. Aku terus berlari tak kuhiraukan air mata yang terus membanjiri pipiku.
***

“Bruaks!” Aku membanting pintu kamarku sekeras mungkin. Kulampiaskan semua perih, sedih, luka di atas tempat tidurku. Aku menangis sekencang mungkin yang aku mampu. Aku tak peduli suara Ririn yang mengetuk-ngetuk pintu kamarku. Ku buka laptopku. Ku curahkan semua sakitku dalam sebuah status perih.

“Apa aku tak pantas dicinta ? Sungguh sakit mengetahui dia bersama dirinya bukan aku.” Aku membagikan statusku, berharap Raka membacanya. Aku tak butuh komentarnya. Aku hanya ingin dia membacanya. “Re... Rere...!” seru Ririn dari luar.

“Apa lo? masih peduli lo sama gue. Lo emang pagar makan tanaman, lo bukan saudara gue!” teriakku.

“Re...gue bisa jelasin, ini semua gak seperti yang lo liat.” Ririn mencoba menjelaskan.

“Gue gak peduli. Gue gak mau denger suara lo lagi!” Sejenak suara Ririn menghilang suasana menjadi hening hanya isak tangisku yang terdengar. Namun tiba-tiba.

“Re, gue minta lo dengerin saat ini, lo salah paham Re, tadi waktu di perpus gue bermaksud buat ketemu sama lo. Eh, tapi yang gue kira lo itu malah Ririn. Jadi gue ngobrol sebentar sama Ririn tentang lo. Gue gak bermaksud buat nyakitin lo karena gue...gue...gue suka sama lo....Rere.” suara Raka terdengar  dari balik pintu. Aku bergegas membuka pintu dan memastikan apa yang ku dengar. Benar saja, Raka berdiri di depan kamarku sambil membawa bunga mawar dan boneka teddy bear berwarna pink.
“Re... lo terima kan cinta gue?” tanya Raka. Aku mengangguk sambil tersenyum. Raka memelukku, kini status facebookku. Rere Sazqya berpacaran dengan Raka Satria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar